Energy Mix, Quo Vadis
Wacana mengenai pengembangan energi baru
dan terbarukan (EBT) di Indonesia mulai gencar di tahun 2014. Saat itu,
Pemerintah mencanangkan Bauran Energi dengan target di tahun 2025, EBT
mencapai porsi 23% dari energi primer di Indonesia dan 31% di tahun
2050. Peta jalan ini sejalan dengan potensi EBT yang dimiliki Indonesia,
seperti panas bumi, tenaga air, dan energi matahari.
Walau demikian, Laporan Status Energi
Bersih Indonesia 2018 yang dikeluarkan oleh Institute for Essential
Services Reform (IESR), menunjukan bahwa saat ini total pembangkit EBT
baru mencapai 36 GW. Dengan target 23% EBT yang setara dengan pembangkit
listrik 45 GW, seharusnya peningkatan kapasitas terpasang rata-rata
sekitar 4,5 GW per tahun sejak tahun 2017. Namun sejak tahun 2014 hingga
2018, peningkatan pembangkit EBT rata-rata hanya mencapai 0,47 GW per
tahun, sangat jauh dari target 4,5 GW per tahun.
Di Asia, India merupakan salah satu
negara yang ambisius dan agresif mengembangkan EBT. Pemerintah India
menargetkan kapasitas terpasang EBT sebesar 175 GW pada tahun 2022.
Dilansir dari situs ibef.org, peningkatan kapasitas pembangkit EBT India
dari tahun 2014 hingga 2018 mencapai lebih dari 19%. Dengan peningkatan
yang agresif ini pemerintah India optimis dan bahkan menaikkan
targetnya menjadi 225 GW di tahun 2022, menjadikan India menjadi negara
terdepan di dunia yang melakukan transisi energi selain Cina.
Pencapaian India tersebut terutama
didukung oleh komitmen kuat dari pemerintah, yang diterjemahkan ke
rencana aksi yang jelas dan kebijakan yang konsisten. Sebagai contoh,
Pemerintah India memberikan subsidi dan insentif untuk pemasangan PV di
atap bangunan. Hal ini mendorong ramainya investasi untuk pengembangan
EBT di India. Tercermin dari riset EY yang menempatkan India pada
ranking 3 dalam indeks daya tarik negara untuk investasi dalam EBT.
Indeks tersebut mengukur tidak hanya aspek penerapan kebijakan EBT,
namun juga mencakup kondisi ekonomi, sumber EBT, kelayakan proyek, serta
penerapan teknologi.
Indonesia sendiri berada di ranking 36,
naik dari ranking 38 saat pertama kali masuk ke indeks tersebut di Mei
2018 dan Geothermal merupakan komponen skor yang terbesar. Jika didukung
dengan komitmen dan insentif dari Pemerintah, tentunya Indonesia dapat
menyusul India dalam pengembangan EBT.
Sumber : Investor Relations – Corporate Secretary Untuk komentar, pertanyaan dan permintaan
pengiriman artikel Market Update via email ke pertamina_IR@pertamina.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar